2018
ISLAM Nusantara belakangan digemakan di mana-mana. Tetapi, berhati-hatilah jika anda mengakui keberadaan agama Made in Indonesian ini. Karena, bila disertai dengan keyakinan maka bisa membatalkan keislaman kita atau kita keluar dari Islam.
Islam Nusantara diproklamirkan pada tahun 2016 oleh pimpinan organisasi Islam di negeri ini. Dan kini marak dibincangkan setelah beredar video seorang tokoh Islam Nusantara menjelaskan, "Islam Nusantara adalah agama yang sejati, sedangkan Islam Arab itu adalah agama penjajah".
Waspadalah ini. Jangan dianggap sepele, karena :
1. Mengandung arti tidak mengakui lagi agama yg diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW di Arab (Mekkah-Madinah).
2. Mendustakan ayat-ayat Al Quran bahwa Islam adalah agama sejati, satu-satunya agama yang diridhai Allah dan agama yang sempurna.
3. Mengandung kebencian kepada agama yang diturunkan Allah di Arab dan kebencian terhadap ajaran-ajarannya karena dianggap menjajah bangsa kita.
Dengan demikian pernyataan tersebut bermakna :
1. Tidak mengakui lagi Islam yang diajarkan Nabi Muhammad sebagai agama untuk bangsa ini.
2. Tidak mengakui berarti telah meninggalkan dan menggantinya dengan agama inovasi dan modifikasi sendiri yang disebut Islam Nusantara.
3. Bila mengakui Islam Nusantara sebagai agama yang sejati, maka telah rusaklah kalimat sahadat kita. Artinya, telah berada di luar area Islam yang disebarkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT.
Bila kita ikut-ikutan mengakui Islam Nusantara berarti ikut-ikutan keluar dari Islam Muhammad, kafir terhadap Islam Muhammad dan mempertuhankan ulama pendiri Islam Nusantara.
Oleh karena itu, wahai saudaraku, jagalah sahadatmu dengan menjaga akidah dan perkataanmu. Islam itu hanya satu, yaitu yang turun di Arab dan yang disebarkan oleh Rasulullah dan berlaku untuk seluruh umat manusia.
Jangan terkecoh pada Islam Nusantara yang dianggap sebagai agama yang sejati. Itu adalah tipu daya setan untuk menyesatkan dan merusak keislaman kita.
Jangan terbuai pada gelar pendirinya atau banyaknya pengikutnya. Tetapi percayalah hanya kepada Islam yang sejati yang diturunkan Allah SWT di tanah Arab.
Bila hatimu mengakui Islam Nusantara sebagai agama sejati, maka lebih baik berhentilah shalat, berhentilah berkiblat ke Masjidil Haram. Karena tiada gunanya bagi orang-orang yang mendustakan Islam, yang telah meninggalkan Islam. Sebab, bila sahadat kita telah rusak maka tidak akan diterima segala amal ibadah kita. Berpegang teguhlah pada Islam yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan ridhakan hatimu pada agama yang diridhai Allah.
 Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher), mengajak keluarganya menyaksikan penayangan perdana film 212 The Power of Love di Cinema XXI Trans Studio Mall (TSM), Rabu malam (9/5). Ditemani istri Netty Prasetiyani Heryawan dan keluarga besarnya, Aher nonton bareng (nobar) film yang berdasarkan pada Aksi Bela Islam 212 di Jakarta pada Desember 2016 lalu. Aher pun, memberikan apresiasi untuk film berdurasi 110 menit ini.


"Film ini menggambarkan Islam yang sesungguhnya. Islam rahmat bagi semesta alam. Film ini menggambarkan Islam yang rahmatan lilalamin," ujar Aher.

Melalui film ini, Aher mengajak kepada umat Islam di Indonesia menampilkan Islam yang Berbhineka. "Mari kita setelah menonton kita tampilkan Islam yang Berbhineka di bumi Indonesia ini sebagai Islam yang memberik rahmat bagi alam semesta, termasuk khususnya untuk negeri Indonesia ini," katanya.


Salah satu produser sekaligus penulis skenario film 212 The Power of Love, Helvy Tiana Rosa berharap film ini menjadi bagian dari jihad budaya. Helvy ingin bioskop nasional dipenuhi oleh film-film yang berkonten positif.

"Film ini bagian dari jihad budaya kita," kata Helvy.

Sementara, Ustaz Erick Yusuf yang juga terlibat dalam penggarapan film mengatakan anggaran pembuatan film ini berasal dari kantong pribadi. "Tidak ada satu pun sponsorship perusahaan besar atau pengusaha besar yang ikut di sini," kata Erick.

Film berjenis dokudrama ini, menurut Erick, ingin meluruskan pandangan sebagian kalangan tentang Islam. Karena ada pandangan yang salah tentang Islam, seperti pandangan bahwa Islam adalah radikal.

"Film ini untuk mengingatkan kita kembali. Kita harus bersemangat meluruskan pandangan tentang Islam melalui film ini," kata Erick.

Film ini dibintangi Fauzi Baadila, Humaidi Abas, Adhin Abdul Hakim, Hamas Syahid, Meyda Sefira, Asma Nadia, dan Roni Dozer. Sutradara sekaligus produser film Jastis Arimba.
Film 212 The Power of Love, yang tayang di bioskop nasional sejak 9 Mei 2018,  diapresiasi oleh banyak tokoh. Mereka memuji film produksi Warna Pictures itu sebagai film yang bagus dan layak ditonton oleh masyarakat.

“Alhamdulillah, film 212 The Power of Love diapresiasi masyarakat luas, termasuk para tokoh nasional, baik dari kalangan artis, ulama, politisi dan lain-lain,” kata produser film 212 The Power of Love, Helvy Tiana Rosa kepada Republika.co.id, Rabu (9/5).

Salah satunya adalah artis Syahrini. Ia mengagas nonton  bareng (nobar) film 212 The Power of Love di Epicentrum, Kuningan, Jakarta, Selasa (8/5). Nobar itu dihadiri antara lain Fauzi Baadilla, Meyda Sefira, Oki Setiana Dewi, Ustaz Erick Yusuf dan Asma Nadia.


Helvy menambahkan, nobar tersebut juga disaksikan oleh Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon. “Menurut Prabowo, film 212 The Power  of  Love  sangat humanis. Bisa ditonton semua kalangan. Kalau skala nilainya 1 sampai 10, maka film ini nilainya adalah 9,9,” tutur Helvy mengutip Prabowo.

Sebelumnya,  acara gala premier yang digelar di Epicentrum, Selasa (1/5), dihadiri banyak sekali tokoh, terutama dari kalangan artis. Mereka antara lain Dhini Aminarti, Arie K Untung, Dimas Seto, Eddies Adelia, dan Ozi Syahputra. Hadir pula sejumlah ulama alumni Aksi 212, antara lain Ustaz Erick Yusuf, Ustaz Zaitun Rasmin, dan  Ustaz Buchori.

“Sejujurnya ini gala premier paling ramai yang pernah Asma hadiri di epicentrum.Semoga pertanda baik filmnya di bioskop 9 Mei nanti,” kata Associate Producer film 212 The Power of  Love, Asma Nadia kepada Republika.co.id, Selasa (1/5).

Asma Nadia adalah novelis wanita Indonesia terkemuka yang telah menerbitkan 55 judul buku -- 10 di antaranya sudah difilmkan dan disinetronkan.


“Film ini perlu hadir untuk  mengabadikan momen 212. Dan membuktikan Islam itu rahmatan lil alamin. Rumput tak ada yang diinjak. Sampah kelar aksi,  semua dipungut dan dibersihkan. Bahkan masyarakat  kecil ikut menggratiskan cemilan yang menjadi nafkah mereka sehari-hari,” kata Oki Setiana Dewi.

Salah satu pemeran film 212 The Power of Love, Echy Yiecxel (non-Muslim) berkata, "Ini bukan film untuk umat Islam saja tapi untuk semua kalangan. Sangat humanis dan mengandung banyak nilai kemanusiaan yang universal."

Helvy Tiasa Rosa tidak hanya memproduseri film 212 The Power of Love. Ia juga menulis novel yang diadaptasi dari film tersebut dengan judul 212 Cinta Menggerakkan Segala. Novel tersebut diterbitkan oleh Republika Penerbit.

Film 212 The Power of Love tayang di bioskop nasional mulai Rabu (9/5). Baik Asma Nadia maupun Helvy Tiana Rosa mengajak masyarakat seluas-luasnya untuk menonton film tersebut di bioskop sejak hari pertama penayangan.

"Yuk, ramai-ramai kita putihkan bioskop mulai tanggal 9 Mei 2018. KIta dukung film 212 maupun film-film Islam lainnya yang bermutu baik dan bermanfaat bagi masyarakat," kata Asma Nadia.

"Ayo ramai-ramai kita dukung film 212 dengan cara menonton di bioskop sejak hari pertama penayangan. Inilah cara kita agar film 212 bisa bertahan di bioskop, bahkan mendapatkan tambahan layar," ujar Helvy Tiana Rosa.
Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher dan istri ikut menonton pemutaran perdana film 212 The Power of Love di Bandung, Rabu malam, 9 Mei 2018. Setelah menonton film itu, ia memberi nilai sembilan lebih. “Saya minta masyarakat Jawa Barat menonton film ini,” ujarnya.

Menurut Aher, di film, penonton bisa melihat ada seseorang yang sejak awal dipandang menghina dan memperlakukan agama Islam dengan kurang baik. “Dengan membuat berita-berita yang tidak pas, tentu emosi seseorang pasti menggelora untuk membela agamanya,” katanya. Film itu juga kemudian mempersoalkan orang yang menghina agama Islam.

Aher mengatakan film 212 The Power of Love menggambarkan agama Islam yang rahmatan lil alamin. “Bahwa ada peristiwa yang kurang mengenakkan di sana-sini, insya Allah tidak menggambarkan Islam yang sesungguhnya,” ucapnya.


Umat Islam di negara yang berbineka ini diminta Aher menampilkan agama yang memberikan rahmat dan kesejahteraan bagi alam semesta. “Hidup Islam, hidup Al-Quran, hidup NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” tuturnya.

Para pemain dan kru film 212 The Power of Love dalam pemutaran perdana yang dilaksanakan di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta Pusat, Selasa, 1 Mei 2018.(Tempo/ Ammy Hetharia)

Mengenai peristiwa aksi 212 yang menjadi latar film, Aher mengatakan hal itu merupakan pembelaan. “Karena ada yang memperlakukan kurang pas, kurang senonoh dengan kalam Allah Alquranulkarim,” ujarnya. Dalam film itu digambarkan kekuatan cinta kepada Tuhan yang bisa mengubah hidup seseorang.

Panitia mengundang Aher dan istri serta tokoh agama Islam dan santri untuk menyaksikan pemutaran perdana film 212 The Power of Love pada Rabu malam, 9 Mei 2018. Sebuah studio bioskop berkapasitas 185 orang penonton diborong tiketnya oleh produser film itu, Erick Yusuf. Tiket seharga Rp 40 ribu pada jam tayang itu kemudian dibagikan gratis ke para undangan.
Sebuah film layar lebar berjudul "212 The Power of Love" akan segera tayang di bioskop-bioskop Tanah Air. Film yang diadaptasi dari kisah nyata dengan latar belakang aksi damai 212 yang digelar pada akhir tahun lalu itu dibintangi oleh aktor Fauzi Baadila dan sejumlah pemain lainnya.
Mengingat latar belakang film ini merupakan kisah nyata yang bergesekan dengan politik di Tanah Air beberapa waktu lalu, banyak pihak yang mengira bahwa film ini hanya ditujukan bagi kalangan tertentu saja. "Film 212, The Power of Love ini adalah film milik kita semua, bukan untuk kalangan tertentu saja," kata Ustadz Erick Yusuf sebagai salah satu pemeran yang ikut membintangi film ini, di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa 23 Mei 2017. Mengenai apa makna dari film ini secara keseluruhan, Erick menjelaskan, bahwa film ini merupakan bentuk catatan sejarah, dari sebuah aksi gerakan umat Islam di Tanah Air atas sebuah kejadian terkini. "Ini adalah memoar bagi kita semua, bagaimana kita lihat 212 merupakan aksi yang sangat bersejarah di Indonesia ini," ujarnya. Turut hadir dalam acara konfrensi pers tersebut yakni para pemain dalam film 212 The Power of Love, di antaranya adalah Fauzi Baadila, Adhin Abdul hakim, Hamas Syahid, Cholidil Asadil Alam, Asma Nadia dan Ust. Erick Yusuf. Diketahui, rencana pembuatan film ini sebelumnya telah diinformasikan oleh Fauzi Baadila sebagai salah seorang pemeran di film tersebut, melalui akun instagramnya @fauzibaadilla2017 pada Kamis 11 Mei 2017 lalu. Di postingan itu, Fauzi mengunggah sebuah foto dirinya yang tengah berdiri di atas mobil komando aksi, sementara di belakangnya dua orang terlihat sedang memegang kamera dan payung. Diduga foto tersebut dijepret di sela-sela pengambilan gambar dari proses syuting film tersebut. "Pict from Behind the scene.. 212 ( the movie). Coming soon . ~ …. lo sanjung “dia” dgn gaya lo .. gue bela quran dgn gaya gue ..lo damai gue damai, lo asik, gue asik , elo menghina .. gue bakal bersikap .. simple jae cuyy.. ," ujar Fauzi dalam keterangan fotonya.


Film 212 The Power of Love sudah dapat disaksikan di bioskop-bioskop Tanah Air hari ini, Rabu (9/5/2018). Namun mulai Selasa (8/5/2018), film tersebut sudah mulai diputar di sejumlah bioskop.
Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, dan Wakil Ketua Gerindra Fadli Zon telah menonton film tersebut, di salah satu bioskop di Jakarta.


Dikutip dari Kompas.com (grup Surya.co.id), Prabowo mengaku terkesan setelah menonton film itu.
Ia bahkan akan mewajibkan seluruh kader Gerindra, untuk menonton film yang disutradarai Jastis Arimba itu.

"Saya menganjurkan untuk menonton. Saya mau pesan filmnya, saya mau copy, akan saya wajibkan seluruh anggota Gerindra untuk nonton di tempat kami," ujar Prabowo di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (8/5/2018).


Berikut adalah lima hal yang perlu kamu ketahui tentang film 212 The Power of Love.

1. Menceritakan Konflik Ayah dan Anak


Film ini berlatar belakang aksi 212 yang dilaksanakan pada Desember 2016 silam. Rahmat yang diperankan Fauzi Baadila, harus pulang ke kampung halamannya karena ibunya meninggal dunia.

Setelah pemakaman ibunya dilaksanakan, ia justru mengetahui ayahnya hendak melakukan aksi long march ke Jakarta, untuk melakukan aksi bela agama.

Rahmat tak menginginkan ayahnya ikut aksi itu karena dinilai sarat politik.

Namun ternyata, Rahmat justru terlibat dalam aksi itu, hingga akhirnya hubungannya dengan sang ayah damai.


2. Diputar di Bioskop Tertentu



Film 212 The Power of Love hanya ditayangkan di bioskop tertentu saja, karena hanya mendapat 80 slot.

Oleh karena itu, alumni dan simpatisan 212 dianjurkan untuk meramaikan film ini di hari pertama, kedua atau ketiga agar tidak diturunkan dari layar.

3. Digarap oleh Sutradara Muda


212 The Power of Love disutradarai oleh Jastis Arimba.

Film ini merupakan film layar lebar perdana bagi Jastis.

Ia dan penulis Helvy Tiana Rosa menjadi produser film ini.

4. Mengalami Kendala Saat Proses Penggarapan


Film ini mengalami beberapa kendala selama proses pengerjaannya.

Termasuk saat proses syuting hingga dana.


Namun meskipun mengalami kendala, tetapi akhirnya film ini berhasil rilis.

5. Syahrini Juga Sudah Nonton 212 The Power of Love



Syahrini merupakan salah satu artis yang ikut aksi 212.

Oleh karena itu saat film ini dirilis, ia juga sudah ikut nonton di saat nobar digelar.



212 The Power of Love Aksi Bela Islam tanggal 2 Desember 2016, yang dikenal dengan sebutan Aksi 212, adalah peristiwa yang takkan terlupakan dan telah menjadi bagian dari tonggak sejarah umat Islam di Indonesia.

Pada hari itu jutaan umat memenuhi kawasan Monumen Nasional (Monas) dan sekitarnya, menyatakan sikap dan kecintaan mereka kepada Allah dan Al Quran.

Mereka datang dari berbagai wilayah di Indonesia, dengan berbagai cara dan melewati berbagai rintangan, untuk turut hadir menyatakan pembelaan mereka terhadap Al Quran, dan pada hari itu aksi berjalan dengan sangat damai dan santun.

Peristiwa menggetarkan ini diangkat oleh rumah produksi Warna Pictures lewat film layar lebar perdananya yang berjudul : “212, The Power of Love”.

Warna Pictures telah berdiri sejak tahun 2010 dengan spesialisasi memproduksi film-Film dokumenter. Sejak tahun 2016, rumah produksi ini mulai membuat film cerita.

Film 212 The Power of Love ini di produseri dan disutradarai oleh Jastis Arimba, yang selama ini lebih dikenal luas dalam karya film dokumenter, dengan konsultan Producer Ustad Erick Yusuf.

Skenario ditulis oleh Ali Eounia, Jastis Arimba dan di supervisi oleh sastrawan dan penulis terkemuka Helvy Tiana Rosa.

“Cerita ini sendiri mengadaptasi kisah nyata perjalanan seseorang yang awalnya skeptis terhadap Islam namun harus terjebak dalam sebuah perjalanan menuju aksi 212 di Monas,” ujar Jastis Arimba sang Sutradara dan penulis skenario.

Film ini mengisahkan pergulatan batin Rahmat, seorang jurnalis di sebuah media terkemuka, pada suatu hari ia mendapat kabar bahwa Ibunya meninggal dan membuat Rahmat harus pulang kekampung halamannya.

Selama hidupnya Rahmat sering bersitegang dengan Ayahnya, seorang tokoh agama desa yang dianggapnya keras dan konservatif. Tiba-tiba Ayah Rahmat yang sudah tua renta tersebut memutuskan untuk melakukan longmarch bersama para kaum muslimin dari desanya menuju Jakarta untuk berpartisipasi dalam 212 dengan tujuan membela Alquran yang di cintainya.

Berbeda dengan ayahnya, Rahmat menganggap aksi 212 dan aksi-aksi sebelumnya adalah gerakan politik yang menunggangi umat Islam untuk kepentingan kekuasaan. Namun, melihat kondisi ayahnya yang sudah tua akhirnya Rahmat memutuskan untuk menemani ayahnya untuk melakukan perjalanan jauh tersebut. Perjalanan akhirnya berubah menjadi sebuah kisah yang bernilai bagi Rahmat.

Film ini bukan tentang gerakan politik, atau kisah cinta biasa, melainkan tentang hubungan antar manusia dan cinta manusia dengan Tuhannya yang terangkai dalam momen 212.

“Seperti halnya juga aksi 212 yang merupakan aksi damai, film ini juga membawa pesan perdamaian dari umat Islam Indonesia, ke seluruh penjuru” ungkap Jastis Arimba.

Selain akan diangkat ke layar lebar, 212 The Power of Love juga akan dibuatkan Novelnya, dan akan ditulis langsung oleh novelis handal Benny Arnas dan Helvi Tiana Rosa.

Aktor senior Fauzi Baadila dipercaya menjadi pemeran utama, didampingi Adhin Abdul Hakim, Hammas Syahid, Asma Nadia, Meyda Sefira, Ustadz Erick Yusuf, dan lain sebagainya.

Film ini akan mulai ditargetkan untuk ditayangkan di bioskop pada akhir bulan Januari 2018. Semoga dengan adanya film ini bisa memberikan inspirasi dan semangat kebangkitan Umat Islam. [ES]
212 The Power of Love : Euforia yang melingkupi film 212 The Power of Love sebelum tayang sepertinya terlalu berlebihan. Film yang disebut terinspirasi dari kisah nyata Aksi Bela Islam 212 itu justru hanya menjadikan peristiwa itu sebagai latar dan terjebak pada konflik karakter utamanya.

Film itu berpusat pada karakter Rahmat (Fauzi Baadila), jurnalis majalah Republik yang tak percaya ajaran agama. Karakternya yang dingin dan idealis dicoba dibangun dengan kuat, lewat fakta bahwa ia adalah lulusan terbaik Harvard University dan pengagum Karl Marx.

Namun penggambaran bahwa Rahmat setuju dengan pernyataan Marx bahwa 'agama adalah candu' kurang dieksplorasi. Ia hanya diperlihatkan mencari wajah Marx di Google lewat komputer di kantornya. Argumennya di rapat redaksi pun seakan dipaksa dihubungkan dengan gagasan Marx.


Dari pengenalan karakter Rahmat sebagai jurnalis terbaik di Indonesia yang berkantor di Jakarta, 212 The Power of Love mengantarkan penonton ke Ciamis, kampung halaman sang tokoh utama. Ia terpaksa pulang karena ibunya meninggal. Padahal 10 tahun ia tak menyambangi keluarga. Apalagi Rahmat berkonflik dengan ayahnya, kiai Zainal (Humaidi Abbas).

Pertemuan Rahmat dengan sang ayah tak ayal diwarnai ketegangan. Terutama saat Rahmat mendengar ayahnya ingin ikut Aksi 212 di Jakarta. Rahmat pun melarang, lantaran ayahnya sakit-sakitan. Namun Zainal ngotot berjalan kaki dari Ciamis ke Jakarta untuk aksi itu.

Rahmat yang awalnya tak percaya agama pun harus terjebak dalam aksi yang menuntut penegak hukum memproses pejabat Pemprov DKI Jakarta karena kasus penistaan agama itu, demi menjaga sang ayah sekaligus membujuknya untuk tak ikut-ikutan aksi lebih dalam lagi.

Seperti disinggung sebelumnya, sutradara Jastis Arimba seakan hanya berputar pada konflik keluarga antara Rahmat dan ayahnya yang tak kunjung usai. Aksi 212 hanya menjadi latar dan penguat konflik, yang sayangnya tak sekaligus menjadi solusi hubungan Rahmat dan ayahnya.

Film itu pun seakan tak berhasil menyampaikan pesannya. 'The power of love' atau kekuatan cinta yang dijadikan judul, seakan dipaksakan masuk ke dalam film lewat satu karakter.

Alhasil, konflik yang berkepanjangan dan mudah tertebak membuat film seperti sinetron. Meskipun, film itu tentu sarat nilai baik soal agama, cinta dan keluarga.


Sayangnya Jastis yang dibantu Ali Eunoia sebagai penulis naskah juga tak menggarap film itu dengan mulus dari segi teknis. Ada beberapa adegan percakapan yang sangat terasa bahwa dialognya di-dubbing. Itu terlihat jelas karena gerakan mulut tak sesuai suara.

Sutradara juga kurang memperhatikan logika waktu. Ada satu adegan di mana pada suatu malam Rahmat diperlihatkan sedang menonton laporan langsung reporter televisi. Namun laporan di televisi justru terang benderang seperti di siang hari. Padahal, disebutkan itu 'live.'

Belum lagi green screen yang terasa di beberapa adegan. Kualitas gambar terasa 'belang' saat menampilkan massa Aksi 212, seakan mengambil dokumentasi yang sudah ada, alih-alih membuat rekaannya sendiri dengan syuting di tempat aslinya, Monas. Sementara untuk adegan aksi, kebanyakan ditampilkan secara medium shot yang hanya memperlihatkan sedikit orang.


Bahkan penggunaan green screen pun terasa di rapat redaksi.

Naskah yang kurang matang dan pengungkapan bahasa kamera yang tak mulus membuat film yang digarap rumah produksi Warna Pictures itu cukup mendapat angka 6 dari 10. Meski begitu, 212 The Power of Love bisa dibilang laris. Film yang bisa ditonton di jaringan bioskop XXI dan CGV blitz sejak Rabu (9/5) itu penuh di hari pertama. Penontonnya membeludak.

Tampaknya 'the power of love' lah yang melariskan film itu. (rsa)
212 The Power of Love menceritakan tentang kisah pergulatan batin seorang tokoh bernama Rahmat. Ia berprofesi sebagai jurnalis dalam sebuah media terkemuka. Suatu ketika ia mendapatkan kabar mencengangkan bahwa sang Ibunda telah meninggal, hal tersebut pun sontak membuat Rahmat bergegas pulang ke kampung halaman. Dalam kisah kehidupan Rahmat, ia memang sering sekali bersitegang dengan sang Ayah. Ayah Rahmat dikenal sebagai tokoh agama didesanya yang memiliki watak keras dan konservatif.


Ayah Rahmat yang sudah berumur tersebut tiba-tiba memuuskan untuk menempuh longmarch menuju Jakarta bersama kaum muslimin di desanya. Hal ini dilakukan sebagai wujud partisipasinya dalam aksi 212 membela Al Quran. Memiliki pendapat yang berbeda dengan sang Ayah, Rahmat justru menganggap aksi 212 ini merupakan gerakan politik yang mengatasnamakan Islam untuk kepentingan kekuasaan. Karena Rahmat merasa iba dengan kondisi sang Ayah, akhirnya ia pun memutuskan untuk menemani sang Ayah dalam perjalanan longmarch. Perjalanan tersebut akhirnya memberikan makna yang luar biasa hingga menjadi perjalanan cinta yang spesial bagi sang Ayah dan juga dirinya

Film “212 The Power Of Love” bukan berbicara mengenai pergerakan politik atau kisah cinta biasa, namun film ini bercerita mengenai kisah cinta yang spesial antara sesama manusia dan juga cinta terhadap Tuhannya yang dirangkai dalam momen aksi 212. Film ini juga menjadi salah satu film yang mengisaratkan pesan damai bagi para umat Islam di seluruh Indonesia. Jadi jangan sampai ketinggalan nonton film 212 The Power Of Love di bioskop terdekat.

Download Film 212 BluRay